Istiqamah Di Tengah Badai Ujian

Menapaki jalan dakwah, tidaklah semudah membalikkan tangan. Di dalamnya penuh jalan berliku. Bahkan berduri. Setiap saat,  setiap waktu, dan kapan pun, siap menusuk yang melewatinya. Hanyalah, orang-orang  yang hati-hati, disertai kesabaran, tegar, dan istiqamah, dapat meniti dengan selamat jalan terjal dakwah.
Duri-duri jalan dakwah biasa disebut dengan ujian, dan fitnah. Ujian itu bermacam-macam bentuk dan jenisnya, ada berupa kemiskinan, musibah, teror, ancaman, intimidasi, bahkan siksaan dari orang kafir. Kesemuanya ini akan berpotensi  membuat seseorang tergelincir, bahkan terjatuh dari jalan dakwah. Jika, tidak sabar dalam menghadapinya. Apabila, seorang aktivis dakwah terjatuh. Ia akan meninggalkan medan dakwah. Jalan yang penuh keutamaan, jalan yang dimuliakan Allah, jalan yang telah diwariskan Para Nabi kepada para umatnya.

Allah Azza wajalla dalam banyak ayat di dalam Al Qur’an menjelaskan keutamaan berdakwah. ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung.”(QS.3:104).

Begitu istimewanya jalan dakwah. Sehingga, orang-orang yang menapakinya, melaluinya dengan selamat, adalah orang-orang pilihan Allah. Salah satu, hikmah banyaknya orang-orang terjatuh (baca= futur) di jalan dakwah. Sebagai bagian dari seleksi Allah terhadap hamba-hambanya. Allah Subhana wata’ala, ingin menyaring, mana orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, serta mana-mana orang yang hanya sekadar mengatakan beriman?

Tapi, tidak mampu istiqamah dengan keimanannya. Tidak mampu, berpegang teguh, dan menjaga keimannya dari ujian dan fitnah. Syekh Musnid al Qahthany, dalam bukunya, “Meniti Jalan Istiqamah”, terbitan Pustaka Al Bashirah, menjelaskan beberapa faktor penghalang istiqamah, di antaranya; Pertama, menunda-nunda (taswif) istiqamah. Banyak orang yang mengerti, keutamaan istiqamah. Namun, kadang menunda istiqamah, menunda bertobat kepada Allah. Seolah-olah, hidup matinya, di tangan dirinya, bukan di tangan Allah.

Kedua, teman-teman yang buruk. Banyak orang yang ingin bertaubat dan istiqamah. Tapi, akibat berteman dengan orang tidak baik, akhlaknya buruknya. Dirinya tidak dapat istiqamah. Benarlah, sabda Rasulullah, untuk melihat iman seseorang, maka lihatlah kepada siapa yang bergaul. Bagi yang ingin segera bertaubat, istiqamah di atas jalan Islam. Segeralah, dan secepatnya meninggalkan temannya yang perangainya tidak baik, dan bergaul dengan orang-orang shaleh.
Ketiga, keluarga dan kerabat. Salah satu, yang kadang menjadi penghalang dalam menegakkan agama, istiqamah dengan ajaran Islam, adalah keluarga dan kerabat dekat. Banyak, yang ingin berdakwah, menyerukan kebenaran, istiqamah di atas Islam. Tapi tersandung pada keluarga, dan kerabat. Ada yang diboikot, tidak diberi ongkos kuliah, tidak dinafkahi, isolir sama keluarga, hingga diusir, tidak diakui sebagai keluarga.

Bagi, siapa saja yang mengalami nasib seperti di atas, hendaknya jangan berputus asa. Bersabar, bertawakal, berdoa kepada Allah, agar dikuatkan menghadapi cobaan, serta mendoakan keluarganya agar diberi hidayah oleh Allah. Sehingga, dapat menerima kebenaran Islam dan dapat mendukung dakwah Islam.

Keempat, terlalu larut dalam perkara-perkara mubah. Menurut Ibnu Qayyim rahimahullah: bahwa fase-fase godaan syetan pada manusia, yakni membuat manusia tenggelam dan berlebihan dalam perkara mubah, dengan alasan hukumnya mubah. Perkara-pekara mubah itu, seperti; terlalu banyak tidur, terlalu banyak makan, serta terlalu banyak olah raga tertentu. Perkara-perkara tersebut, bisa melalaikan seseorang dari perkara-perkara wajib, misalnya; shalat berjama’ah, membaca Al qur’an dan berdzikir pada Allah.

Kelima, kekhawatiran tidak dapat istiqamah dengan sempurna. Salah satu pintu syetan, adalah membuat seorang hamba berprasangka terhadap dirinya. Disebabkan, prasangka dirinya tidak bisa istiqamah secara sempurna, seseorang akhirnya memilih tidak sitiqamah. Anggapan mereka, dari pada tidak bisa konsisten melaksanakan ajaran Islam, lebih baik sekalian tidak. Orang model seperti ini telah dirasuki syetan, sebelum berusaha menjalankan agama, dirinya memilih jalan tetap meninggalkan ajaran Islam. Akhirnya, hidayah kian jauh darinya, dirinya kian terjerembab dalam buaian syetan.

Keenam, Pekerjaan. Betapa banyak di antara kita, yang futur, tidak istiqamah akibat pekerjaan. Dulu, ketika masih di kampus, dirinya terkenal sebagai aktifis yang istiqamah menegakkan ajaran Islam dalam dirinya, mendakwahkan ajaran Islam di tengah-tengah kampus. Tapi, apalah daya, ketika pilihan pekerjaan, profesi yang menjadi obsesi dan orientasi utamanya, dirinya rela meninggalkan sebagian ajaran-ajaran Islam. Dirinya takut dipecat, dimutasi, atau kehilangan kedudukan, jika dirinya masih konsisten dengan ajaran Islam.

Sebenarnya, masih ada beberapa penghalang istiqamah, sebagaimana dijelaskan Syekh Musnid al Qahthany. Namun, menurut hemat penulis, keenam faktor tersebut, paling tidak mewakili poin lainnya. Sehingga, dapat menjadikan pelajaran dalam kehidupan, tetap waspada jika sifat-sifat tersebut, mulai menghampiri, atau merasuki pemikiran kita.

Apabila, tidak segera dihindari dan disingkirkan, maka lambat laun, bisa menggelincirkan diri kita, dari jalan Islam, tidak istiqamah dengan ajaran Islam, yang sekian lama dipupuk dalam sanubari, dengan ibadah, serta amalan-amalan shaleh. Adalah suatu musibah besar, apabila kita kian jauh dari istiqamah, yang memiliki sejibun keutamaan.

Keutamaan Istiqamah
Dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an, Allah Azza Wajalla menjelaskan keutamaan, serta faedah yang didapatkan bagi orang-orang yang tetap istiqamah di atas ajaran Islam, tegar meniti jalan dakwah, meski badai cobaan, gelombang fitnah terus menghambatnya. Dirinya tidak pernah goyah, apalagi mundur, sampai dijemput maut, sampai Allah menjemputnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami adalah Allah’ lalu mereka istiqamah, maka tidak ada rasa takut atas mereka dan tidaklah mereka merasa sedih. Mereka itulah para penguhi surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (al-Ahqaf: 13-14)

Bagi Allah Azza wajalla, sebagaimana dijelaskan ayat di atas, tidak ada tempat di akhirat kelak, yang layak bagi orang-orang yang istiqamah menempuh jalan Islam, sebagai petunjuk dan pedoman hidup, kecuali surgaNya. Inilah balasan yang setimpal, yang didapatkan orang-orang yang tegar, tetap teguh, di tengah badai ujian, fitnah, yang setiap saat, setiap waktu, datang menghadang.

Sementara, di dunia orang istiqamah, akan selalu diliputi rasa gembira, tidak perlu bersedih. Allah Subhana wata’ala telah menjanjikan kehidupan yang layak, baik di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan hidupnya berada di atas tanggungan, dan jaminan Allah. hidupnya selalu berberkah, bermanfaat, bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya, serta umat Islam secara keseluruhan.
Allah Azza wajalla akan memberinya rezkinya, yang melimpah, dari arah yang tidak disangka-sangka. Sebaliknya, orang-orang yang kufur, akan diberi siksaan, kebahagiaan hidupnya akan dicabut di dunia, meski hartanya melimpah, lebih dari cukup, apa saja bisa dibeli. Tapi itu, tidak cukup mendatangkan kebahagiaan dalam hidupnya. Sedangkan, di akhirat Allah akan mengazabnya, dengan siksaan yang berat.

“Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap istiqamah di atas jalan Allah itu (agama Islam), benar-benar kami  akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). Untuk kami beri cobaan kepada mereka padanya, dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkanNya kedalam azab yang berat.” (QS. Al-Jinn:16-17).

Begitulah, balasan bagi orang-orang istiqamah. Balasan amal perbuatannya, akan dibalas langsung Allah, bukan manusia. Meskipun demikian, segala amalan perbuatan kebaikannya, tetap akan diapresiasi manusia. Logika sederhananya, kalau saja, Allah sudah mencintainya. Terlebih lagi, pasti manusia akan mengapresiasinya, selama tetap menjaga adab-adab pergaulannya.

Setelah kita mengetahui keutamaan istiqamah, tidak ada jalan, selain berusaha tetap istiqamah, pelbagai penghalang-penghalangnya juga harus dihindari, disingkirkan, serta dibuang jauh-jauh. Amalan-amalan shaleh diperbanyak. Amalan-amalan tersebut, selain doa, tawakkal kepada Allah, akan  menjadi amunisi utama, bagi kita untuk tetap istiqamah.

Apalagi, di tengah badai ujian, yang kian hari, kian besar gelombangnya. Fitnah dan ujian tidak hanya datang dari orang kafir. Tapi, terkadang juga datang dari umat Islam. Bahkan, kadang keluarga, serta  istri juga menjadi penghalang dakwah, penghalang kita dari istiqamah. Olehnya itu, keluarga, istri anak harus menjadi ladang dakwah bagi kita. Mereka harus dibentengi dengan aqidah Islam yang benar, dibekali dengan pengetahuan cara beribadah dengan benar serta motivasi untuk istiqamah terhadap ajaran Islam.(Buletin Nasional Al Balagh Edisi 2), Sumber dari http://www.wahdah.or.id/

2 thoughts on “Istiqamah Di Tengah Badai Ujian

Leave a Reply