Kepalsuan akan keindahan dunia memaksakan sebagian besar manusia di masa ini saling berpacu dalam mencapai kesuksesan dunia, sehingga manusia tidak enggan menabrak sendi – sendi keimanan dan ke-Tauhid-an. Mulai dari mencari rezeki sampai dengan memanfaatkan rezeki yang sesungguhnya adalah pinjaman dari Allah SWT.
Tidak jarang diantara manusia tersebut adalah dari kalangan yang telah memiliki dasar agama bahkan telah pernah menjadi aktifis da’wah ataupun da’i. Namun godaan dan fitnah dunia memang sangatlah berat sehingga tidak sedikit yang terjerumus akibat kekhilafan yang mereka lakukan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Manusia sering tergoda dengan manisnya dunia dengan berbagai macam fasilitas yang tersedia dan tidak sedikit yang akhirnya melupakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah. Bahkan mereka sangat mencela berbagai kepahitan di dunia ini dengan berbagai macam umpatan, keluh kesah atupun amarah. Terlihat sebagian manusia yang menghina seseorang menderita karena berjuang mencari harta dan rezeki yang halal serta terbebas dari unsur kemaksiatan, minuman keras dan pengrusakan agama yang telah mewabah di negara kita ini.
Hendaklah kita mengetahui bahwa kepahitan dunia adalah kemanisan akhirat, begitu pula sebaliknya kemanisan dunia adalah kepahitan di akhirat. Sungguh, lebih baik bila seseorang beralih dari kepahitan sementara kepada kemanisan abadi daripada sebaliknya. Jika ini belum bisa kita pahami, maka perhatikanlah sabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam yang artinya: “Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.” (HR: Muslim [2822] dalam Al-Jannah, Bab “Sifat Surga dan Kenikmatannya”)
Pada kedudukan ini tingkat penalaran manusia berbeda-beda dan akan terlihat hakekat diri mereka. Kebanyakan manusia mengutamakan kemanisan sementara dengan mengorbankan kemanisan abadi, serta tidak kuasa menanggung kepahitan sesaat untuk mendapatkan kemanisan abadi. kehinaan sesaat untuk meraih kemulian abadi, serta ujian sesaat untuk mendapatkan kesentosaan abadi. Baginya yang ada sekarang adalah nyata, sedangkan yang dinanti masih gaib. Imannya lemah dan kekuasaan nafsu benar-benar kukuh, sehingga lahirlah sikap mengutamakan dunia dan penolakan terhadap akhirat. Inilah keadaan mereka yang pandangannya tertuju hanya kepada perkara-perkara nyata, permulaan dan dasarnya saja. Adapun pandangan cerdas yang menembus tiari dunia sehingga mampu mencapai berbagai akibat dan puncak persoalan, maka keadaannya akan berbeda.
Maka ajaklah diri antum untuk melihat apa yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala bagi para wali-Nya yang taat kepada-Nya, yaitu kenikmatan abadi, kebahagiaan selamanya, dan kemenangan paling besar. Serta kepada apa yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang yang malas dan lalai serta tidak menjadikan syariat sebagai landasan mencari kenikmatan/rezeki, yaitu berupa kehinaan, hukuman, dan penyesalan yang kekal. Pilihlah mana diantara keduanya yang lebih layak untuk antum ambil. Masing-masing akan bekerja sesuai dengan bagiannya dan setiap orang akan berbuat menurut keadaan masing-masing dan yang cocok dengan dirinya, tentunya dengan berbagai konsekuensi yang harus diterima berdasarkan pilihan tersebut. Wallahu ‘Alam (Ditulis oleh Ibnu Yunus Al Andalasy)
Dikutip dari : http://tsaqofah.wordpress.com/